Antara Data, Nyawa, dan Antrian
Di negeri ini, seringkali yang lebih dulu diselamatkan adalah berkas, bukan pasien.
Ketika seorang ayah datang tergesa dengan bayi mungil yang baru lahir, niatnya sederhana: mendaftarkan sang buah hati ke BPJS, agar kelak terlindungi. Tapi ternyata, yang harus dilindungi duluan… adalah kebenaran jenis kelamin di selembar kertas.
“Maaf, di dokumen RS tertulis laki-laki, padahal nama anaknya perempuan,” kata petugas.
Dan alih-alih diberi jalan keluar, sang ayah harus kembali ke rumah sakit, memperbaiki hal yang bukan jadi kesalahannya, lalu dengan terpaksa harus antri ulang.
Lalu di ruang rumah sakit, ketika suara monitor jantung bersahutan, dan keluarga berjaga dengan doa, yang dinanti justru dokter yang datang esok pagi.
Datang sebentar, baca catatan, lalu pergi.
Diagnosis yang kadang masih harus dibantu Google, dan penanganan yang ditunda karena status BPJS belum “clear”.
Ini bukan keluhan semata, tapi pertanyaan mendalam:
Apakah kita sedang membangun sistem pelayanan kesehatan, atau sistem administrasi kesehatan?
Karena dari ruang tunggu hingga ICU, terlalu sering nyawa seperti bukan prioritas nomor satu.